Rabu, 02 Februari 2011

PERAWATAN LUKA
A. Definisi
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
a). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
b). Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (incised wounds)
Terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi)
2. Luka memar (contusion wound)
Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lecet (abraded wound)
Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (punctured wound)
Terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (lacerated wound)
Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. luka tembus (penetrating wound)
Yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka bakar (combustio)

c). Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka :
1. Clean wounds (luka bersih)
Luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; jackson – pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined wounds (luka terkontaminasi)
Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi)
Terdapatnya mikroorganisme pada luka.
d). Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
1. Stadium I : luka superfisial (“non-blanching erithema)
Luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : luka “partial thickness”
Hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : luka “full thickness”
Hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : luka “full thickness”
Yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
e). Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
1. Luka akut :
Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kronis
Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

B. Proses penyembuhan luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).
Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase proliferative
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).
C. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“pus”).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Pengobatan
 Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
 Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
 Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

D. Komplikasi dari luka
a. Hematoma (hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.
b. Infeksi (wounds sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
- Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
- Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih).
- Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
c. Dehiscence dan eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
d. Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

D. Nursing management
Tujuan :
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
8. Mencegah terjadinya infeksi.
9. Mempercepat proses penyembuhan luka.
Persiapan
a. Alat
- Set perawatan luka
• Plaster
• Gunting perban
• Bengkok
• Larutan NaCl
• Perlak dan alas
• Betadine
• Korentang
• Alcohol 70%
• Kapas balitan dan sarung tangan bersih.
b. Lingkungan
- Menutup tirai / jendela.
- Merapikan tempat tidur.

c. Pelaksanaan
- Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien.
- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.

d. Prosedur Pelaksanaan
- Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka.
- Dekatkan semua peralatan yang diperlukan.
- Letakkan bengkok dekat pasien.
- Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur.
- Bantu klien pada posisi nyaman.
- Cuci tangan secara menyeluruh dengan tekhnik aseptic.
- Pasang perlak dan alas.
- Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester. Angkat balutan dengan pinset.
- Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan.
- Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan.
- Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan NaCl.
- Observasi karakter dan jumlah drainase.
- Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan buang pada bengkok yang berisi Clorin 5%.
- Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada kom, siapkan plester, siapkan depres.
- Kenakan sarung tangan steril.
- Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakter drainase serta palpasi luka (kalau perlu).
- Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan menggunkan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap kali usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang terkontaminasi. Gunakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi/tepi luka.
- Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap dengan cara seperti pada langkah di atas.
- Olesi luka dengan betadin.
- Menutup luka dengan kasa steril dan di plester.
- Merapikan pasien.
- Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya.
- Melepaskan sarung tangan.
- Perawat mencuci tangan.
e. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat menyebabkan pasien terasa nyeri.
2. Cermat dalam menjaga kesterilan.
3. Peka terhadap privasi klien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Burfeind, Daniel B. WOUND CARE UPDATE; Copyright Anthony J. Jannetti, Inc. Feb 2007. Dermatology Nursing. Pitman: Feb 2007. Vol. 19, Iss. 1; pg. 93, 1 pgs.
2. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia.
3. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry.
4. http://www.podiatrytoday.com/article/1894.
5. Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
6. JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar